2.3.a.8. Koneksi
Antarmateri - Modul 2.3
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang
berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan
dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan
semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan
memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan
pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi
dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan
murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh
kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat
melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam
setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.
Seorang guru penggerak harus mampu
menjalankan Nilai dan Peran Guru Penggerak yaitu menjadi pemimpin
pembelajaran, Menjadi Coach Bagi Guru Lain, Mendorong kolaborasi, Mewujudkan
Kepemimpinan Murid (Student Agency), Menggerakkan Komunitas Praktisi.
Lima peran guru penggerak yang sejalan dan selaras dengan modul 2.3 Coaching untuk
supervisi akademik adalah peran yang ke-2 yaitu menjadi coach bagi
guru lain. Teknik coaching yang dilakukan pada saat melakukan
supervisi akademik dengan teknik akan lebih efektif dibandingkan dengan
teknik lain hal ini dikarenakan dalam coaching seorang coachee mampu
menemukan potensi positif dalam diri maupun potensi lain disekeliling sebagai
solusi atas masalah yang dihadapi. Agar menjadi seorang coach yang
baik seorang guru harus menerapkan dan memiliki pemikiran dalam beberapa hal,
diantaranya adalah paradigma berfikir coaching dan
prinsip coaching.
Paradigma
berfikir coaching : Fokus pada coachee/rekan yang
akan dikembangkan, Bersikap terbuka dan ingin tahu, Memiliki kesadaran diri
yang kuat, serta Mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Prinsip coaching : Kemitraan,
Proses kreatif Dan Memaksimalkan potensi
Selain kedua hal diatas yang perlu
dimiliki dan diterapkan, untuk dapat melakukan proses coaching dengan baik
seorang guru harus memiliki 3 kompetensi inti coaching yang
ada yaitu:
a. Kehadiran
Penuh/Presence
Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan
untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai
coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan
percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran
diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat
kita melakukan percakapan coaching.
b. Mendengarkan
Aktif
Salah satu keterampilan utama dalam
coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut
dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan
lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching,
fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra
bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat
mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk
penilaian terhadap coachee.
c. Mengajukan
Pertanyaan Berbobot
Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan
kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau
pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan
menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee,
memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan
emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk
membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Salah satu referensi yang dapat digunakan
untuk mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee adalah merupakan hasil dari
mendengarkan aktif yaitu R-A-S-A. RASA merupakan
akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.
Alur Percakapan
T-I-R-T-A
TIRTA dikembangkan dari
satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah
banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa
tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal
yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan):
coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi
yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan
untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan
menjalankannya.
Alur TIRTA dapat dijelaskan
sebagai berikut:
· Tujuan
Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati
tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari
coachee)
· Identifikasi (Coach
melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan
menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
· Rencana
Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan
dibuat)
· Tanggungjawab (Membuat
komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Guru sebagai seorang coach memiliki
peran yang sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui
keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati,
saling menyayangi, menghormati dan menghargai antara guru dan murid.
Peran saya sebagai coach di
sekolah, kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional
antara lain:
1. Guru sebagai
pendidik perlu memilik ketrampilan coaching sehingga dapat memaksimalkan
potensi murid dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik.
2. Dalam proses
coaching murid diberi kebebasan, namun pendidik sebagai pamong memberikan
tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah.
3. Melalui proses
coaching ini guru bisa membantu murid untuk mencapai tujuannya yaitu merdeka
dalam pembelajaran.
Keterikaitan
keterampilan coaching dengan
pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran,
sebagai upaya untuk mencapai tujuan salah satu proses menuntun tersebut dapat
dilakukan dengan cara coaching. Dalam proses coaching seorang
guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee
dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali segala potensi dan
kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk
mencari solusi bagi masalah mereka sendiri.
Coaching dalam konteks pendidikan memiliki peran:
1. Coaching sebagai
salah satu proses untuk menuntun belajar murid mencapai kekuatan kodratnya.
2. Sebagai seorang
pamong gurudapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang
efektif agar Guru sebagai seorang coach memiliki peran yang sangat penting
dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi
dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati, saling menyayangi,
menghormati dan menghargai antara guru dan murid.
Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari
seorang coach dapat menumbuhkan/menstimulus kesadaran bagi murid untuk
mengenali segala potensi/kekuatan srta kemampuan yang dimilikinya sehingga
murid tersebut menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Dalam proses
coaching ini, peran guru dan murid adalah sebagai mitra dalam
peoses pembelajaran.
Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki
untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Ibarat menemukan sebongkah
intan, bagaimanakah upaya-upaya untuk menggosoknya supaya intan tersebut dapat
bersinar dengan cemerlang. Untuk itu upaya guru akan sangat membantu murid bisa
bersinar, menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan
kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran
sosial emosional( PSE), pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran
yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat,
profil dan kesiapan belajar.
Guru sebagai coach akan selalu berupaya untuk
menggali kebutuhan belajar murid dengan mendesain bagaimana agar proses
pembelajaran mampu untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh
murid-muridnya. Selain itu juga, secara sosial emosional segala
potensi murid dapat berkembang secara baik.
Aspek berkmunikasi untuk mendukung praktik coaching
yaitu:
1) Komunikasi assertif,
2) Pendengar yang aktif,
3) Bertanya reflektif, dan
4) Umpan balik positif.
Refleksi terhadap proses coaching di
sekolah:
1. Melalui
proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid
untuk menuntun segala kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya.
2. Melalui
proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid
untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali
dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri.
3. Melalui
proses coaching sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid
untuk memperoleh kemerdekaan belajar di sekolah.
Demikian koneksi antar materi Modul 2.3,
Terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangannya.