Lomba Ulang Tahun KORPRI 2018

Lomba Pengucapan Undang Undang Dasar 1945.

Materi Pembelajaran "Simple Present Tense"

Materi Pembelajaran mengenai Simple Present Tense

Animated Video "Simple Past Tense"

Video Animasi ini mengenai Simple Past Tense

Kamis, 23 Maret 2023

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3


 

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Seorang guru penggerak harus mampu menjalankan  Nilai dan Peran Guru Penggerak yaitu  menjadi pemimpin pembelajaran, Menjadi Coach Bagi Guru Lain, Mendorong kolaborasi, Mewujudkan Kepemimpinan Murid (Student Agency), Menggerakkan Komunitas Praktisi. Lima peran guru penggerak yang sejalan dan selaras dengan modul 2.3 Coaching untuk supervisi akademik adalah peran yang ke-2 yaitu menjadi coach bagi guru lain. Teknik  coaching yang dilakukan pada saat melakukan supervisi akademik dengan teknik  akan lebih efektif dibandingkan dengan teknik lain hal ini dikarenakan dalam coaching seorang coachee mampu menemukan potensi positif dalam diri maupun potensi lain disekeliling sebagai solusi atas masalah yang dihadapi.  Agar menjadi seorang coach yang baik seorang guru harus menerapkan dan memiliki pemikiran dalam beberapa hal, diantaranya adalah paradigma berfikir coaching dan prinsip coaching.

Paradigma berfikir coaching : Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, Bersikap terbuka dan ingin tahu, Memiliki kesadaran diri yang kuat, serta Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Prinsip coaching : Kemitraan, Proses kreatif Dan Memaksimalkan potensi

Selain kedua hal diatas yang perlu dimiliki dan diterapkan, untuk dapat melakukan proses coaching dengan baik seorang guru harus memiliki 3 kompetensi inti coaching yang ada yaitu:

a.       Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching. 

b.      Mendengarkan Aktif

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak.  Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara.  Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.  Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

 

c.       Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.  Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Salah satu referensi yang dapat digunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot kepada coachee adalah merupakan hasil dari mendengarkan aktif yaitu R-A-S-ARASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask

Alur Percakapan T-I-R-T-A

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Alur TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

·       Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

·       Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

·       Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

·       Tanggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

Guru sebagai seorang coach memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati, saling menyayangi, menghormati dan menghargai antara guru dan murid.

 

Peran saya  sebagai coach di sekolah, kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional antara lain:

1.      Guru sebagai pendidik perlu memilik ketrampilan coaching sehingga dapat memaksimalkan potensi murid dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik.

2.      Dalam proses coaching murid diberi kebebasan, namun pendidik sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah.

3.       Melalui proses coaching ini guru bisa membantu murid untuk mencapai tujuannya yaitu merdeka dalam pembelajaran.

Keterikaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran, sebagai upaya untuk mencapai tujuan salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam proses coaching seorang guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi bagi masalah mereka sendiri.

Coaching dalam konteks pendidikan memiliki peran:

1.      Coaching sebagai salah satu proses untuk menuntun belajar murid mencapai kekuatan kodratnya.

2.      Sebagai seorang pamong gurudapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang efektif agar Guru sebagai seorang coach memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati, saling menyayangi, menghormati dan menghargai antara guru dan murid. 

Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menumbuhkan/menstimulus kesadaran bagi murid untuk mengenali segala potensi/kekuatan srta kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Dalam proses coaching ini, peran  guru dan murid adalah sebagai  mitra dalam peoses pembelajaran. 

Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Ibarat menemukan sebongkah intan, bagaimanakah upaya-upaya untuk menggosoknya supaya intan tersebut dapat bersinar dengan cemerlang. Untuk itu upaya guru akan sangat membantu murid bisa bersinar, menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.

Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran sosial emosional( PSE), pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar. 

Guru sebagai coach akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan mendesain bagaimana agar proses pembelajaran mampu untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh murid-muridnya. Selain itu juga, secara sosial emosional segala potensi murid dapat berkembang secara baik. 

Aspek berkmunikasi untuk mendukung praktik coaching yaitu: 

1) Komunikasi assertif, 

2) Pendengar yang aktif, 

3) Bertanya reflektif, dan

4) Umpan balik positif.

Refleksi terhadap proses coaching di sekolah:

1.    Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk menuntun segala kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya.

2.    Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

3.    Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan belajar di sekolah.

Demikian koneksi antar materi Modul 2.3, Terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangannya.

 


Senin, 13 Maret 2023

Mulai dari diri modul 2.3

 Mulai dari diri modul 2.3

 

Pertanyaan reflektif terkait supervisi akademik dan pengembangan kompetensi diri :

Selama menjadi guru, tentunya pembelajaran Anda pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah Anda. Bagaimana perasaan Anda ketika diobservasi?

Perasaan saya ketika diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah, Saya merasa  senang, apalagi saat itu ibu kepala sekolah adalah bekas guru Bahasa Inggris tentunya akan dapat menambah pengetahuan saya di bidang mengajar walaupun ada rasa sedikit gugup. Saya tentu sudah mempersiapkan diri dengan administrasi pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP, media pembelajaran, instrument penilaian, daftar hadir siswa).

Ceritakan pengalaman Anda saat observasi dan pasca kegiatan observasi tersebut?

perasaan pada awal obeservasi atau supervisi

Pada awal pelaksaan obervasi saya merasa senang, bersemangat walaupun ada rasa khawatir dan gugup. saya bersemangat dalam menyiapkan semua perlengkapan dan administrasi untuk pelaksanaan observasi atau supervisi.

perasaan setelah observasi atau supervisi

Setelah pelaksanaan obeservasi atau supervisi, saya mendapatkan masukan dan saran dari kepala sekolah. Masukan dan saran yang saya terima saya jadikan bahan evaluasi diri sehingga dapat memperbaiki kekurangan untuk menjadi lebih baik kedepannya.

Menurut Anda, bagaimanakah proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri Anda berkembang sebagai seorang pendidik?

Menurut saya seorang supervisor hendaknya menjadi among dan teladan bagi supervisee. Supervisor bukan hanya sekedar mencari kesalahan dari supervisee tetapi juga memberikan saran atas apa yang menjadi solusi dari kesalahan tersebut. Supervisi akademik itu bisa menjadi tolak ukur bagi seorang guru dalam memperbaiki kekurangannya dan kekuatannya yang nantinya akan kita gunakan untuk memfasilitasi murid untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna serta memberikan pembelajaran dengan rasa aman, nyaman dan menyenangkan. Dalam pelaksanaan supervisi, kepala sekolah harus bersifat objektif, profesional dan juga dapat menghargai pendapat guru. Sebagai guru yang di supervisi hendaknya menerima dengan senang hati masukan dari supervisor sehingga dapat digunakan sebagai bahan perbaikan ke depannya.

Menurut Anda, jika Anda saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, dimana posisi Anda sehubungan dengan gambaran ideal di atas dari skala 1 s/d 10? Situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10.

Jika saya menjadi kepala sekolah dan harus melakukan supervisi, maka posisi saya ada pada skala 7 atau 8. karena saya sudah menjadi tim supervisi dari tahun 2020 semenjak saya dipercaya menjadi wakil kepala sekolah. Saya mensupervisi 10 sampai 11 guru setiap semesternya.

Aspek apa saja yang Anda butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu?

Aspek yang saya butuhkan untuk mencapai situasi ideal adalah menambah pengetahuan tentang coaching untuk supervisi akademik, meningkatkan keterampilan berelasi dengan menjalin komunikasi yang baik.

Setelah Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif, tuliskan harapan Anda terkait modul ini : Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul 2.3 tentang coaching supervisi akademik, saya berharap mampu memahami seluruh materi dan mampu untuk mengimplementasikan praktik baik di lingkungan sekolah. saya juga berharap mampu berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk memperbaiki mutu pendidikan di lingkungan sekolah.

Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

Kegiatan yang saya harapkan : adanya kolaborasi praktik baik bersama fasilitator, pengajar praktik, instruktur serta rekan-rekan CGP yang lainnya.

Materi yang saya harapkan : menjelaskan tentang prinsip coaching dan teknik coaching supervisi akademik.

Manfaat saya harapkan : mampu meningkatkan kompetensi saya sebagai seorang pendidik

 

 

~Sri Maryati~

CGP Angkatan 7 – Kota Palembang

Senin, 06 Maret 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.2 Kompetensi Sosial dan Emosional

 



Koneksi Antar Materi Modul 2.2

Kompetensi Sosial dan Emosional

 

Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir pembelajaran yang saya lakukan sudah sesuai dengan proses pembelajaran yang pernah saya pelajari baik metode maupun strategi, saya merasa tidak terlalu fokus dengan Kompetensi Sosial dan Emosional yang harus juga dikembang kan.  Seperti yang dikatakan Pak Menteri Nadim Makarim bahwa "Saat ini, Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, kita memasuki era dimana masuk kelas tidak menjamin belajar,"Tentunya Kompetensi Sosial dan Emosional sangat perlu untuk dikembangkan dalam setiap individu yang dapat mendukung kesiapan dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaannya masing-masing.

Sebenarnya Kompetensi Sosial dan Emosional secara tidak sadar sudah saya terapkan dalam pembelajaran sehari-hari, misalnya dalam kegitan apersepsi yang saya lakukan untuk mengaitkan materi yang akan saya berikan dengan materi yang sudah dimiliki oleh anak. Memberikan penyegaran pada anak melalui ice breaking untuk mengembalikan kesegaran kefokusan siswa pada proses pembelajaran. Namun, setelah mempelajari modul ini, ternyata apa yang sudah saya lakukan merupakan salah satu pembelajaran sosial emosional, akan tetapi masih pada langkah awal perlu adanya penambahan langkah yang lebih baik lagi. Antara lain perlunya saya melakukan kesadaran penuh pada diri saya maupun siswa agar dapat mencapai titik kefokusan dalam belajar sehingga dapat menghasilkan pembelajaran yang bermakna.

Tidak kalah pentingnya yaitu meningkatkan kesejateraan psikologis [well-being], 3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari antara lain;

1. Pertama adalah  konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL  (Collaborative  for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu:

Kesadaran Diri:

Kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.

Manajemen Diri: 

Kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.

Kesadaran Sosial: 

Kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.

Keterampilan Berelasi: 

Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif.

Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: 

Kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok

2. Yang kedua adalah tentang pemahaman  konsep kesadaran penuh  (mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 Kompetensi Sosial dan  Emosional  (KSE) serta bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional di kelas dan sekolah melalui 4 indikator,  yaitu: pengajaran eksplisit, integrasi dalam  praktek mengajar guru dan kurikulum akademik,  penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan  kompetensi sosial dan emosional  pendidik dan tenaga kependidikan (PTK)  di sekolah.

3. Dan yang ketiga tentang kesejateraan psikologis [well-being]. Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi social emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran sosial emosional merupakan suatu sistem yang saling terkait.

Perubahan yang saya terapkan di kelas pada anak didik saya dengan membiasakan maindfullness pada setiap awal pembelajaran dengan mengenalkan emosi pada anak, dengan pembiasaan ini diharapkan anak dapat mengenali dirinya dan dapat mempersiapkan dirinya sebaik-baiknya dalam pembelajaran. Disamping itu juga selalu menerapkan 5 Kompetensi Sosial dan  Emosional , selalu melibatkan siswa dalam memecahkan masalah (problem solving), serta bagaimana mengambil keputusan dengan kesiapan emosionalnya. Dengan penerapan tersebut anak dapat mencapai well-being yang tentunya bertujuan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiannya dalam mencapai tujuan Pendidikan.

Perubahan yang saya terapkan pada teman sejawat dengan berusaha selalu mengimbaskan hal baik yang telah saya terapkan dalam pembelajaran dengan memasukan unsur KSE pada teman sejawat sehingga dapat mendukung teman sejawat dalam menerapkan kompetensi sosial emosional dalam peran dan tugas sebagai guru. Selalu belajar merefleksi kemampuan sosial emosional pribadi dan berkolaborasi dengan teman sejawat untuk menciptakan struktur komunitas dalam penerapan pembelajaran social emosional, dengan menyamakan persepsi tentang kompetensi sosial emosional untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman.   Dengan penguatan KSE pendidik mampu menjadi teladan, berkolaborasi dan saling belajar dengan sesama rekan guru, yang mana kesemuanya itu dikembalikan lagi semata untuk membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

 





Keterkaitan Antar Materi

Keterkaitan antar materi sebagai bentuk penguasaan pemahaman penulis terhadap materi yang telah dipelajari dengan mengaitkan materi awal sampai dengan materi saat ini modul 2.2. Penyampaian keterkaitan materi itu menandakan sejauh mana penguasaan dan pemahaman terhadap materi tersebut, yaitu:

o   Modul 1.1 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Filosofi Pendidikan KHD
Dari filosofi pendidikan KHD – Guru sebagai Pamong, guru membutuhkan pemahaman dan penguasaan terhadap KSE yang matang. Mampu menciptakan ekosistem sekolah yang mendorong pertumbuhan budi pekerti selain aspek intelektual. Harus paham benar dengan situasi lahir batin dirinya sendiri dan muridnya. Murid diajak untuk menyadari, melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosionalnya

 

o    Modul 1.2 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak
Guru dapat menumbuhkan nilai dan peran pada guru dan murid dalam pengelolaan emosi sehingga nilai kemandirian dan pembelajaran yang berpusat pada murid serta peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mendorong kolaborasi dapat tercapai dan berjalan seimbang.

 

o    Modul 1.3 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Visi Guru Penggerak
Guru dapat mewujudkan visi yang diharapkan dengan melakukan prakarsa perubahan dengan memberikan pembelajaran kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sehingga diharapkan dapat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

 

o    Modul 1.4 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Budaya Positif
Guru dan murid dapat mengenali dan memahami emosi masing-masing sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan nyaman yang berpengaruh dalam penerapan budaya positif baik berupa disiplin positif maupun keyakinan kelas dengan sebaik mungkin sesuai dengan kesadaran diri dan manajemen diri.

 

o Modul 2.1 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Pembelajaran Berdiferensiasi
Guru dapat melakukan pembelajaran dengan mengidentifikasi perasaan dan emosi. Hal ini sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi yang memetakan kebutuhan murid diantaranya kesiapan murid, minat, dan profil belajar murid dengan menggunakan strategi diferensiasi konten, proses, dan produk, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan murid agar pembelajaran semakin menyenangkan dan dapat mewujudkan merdeka belajar.

 

 Akhir kata, peran kita sebagai pendidik adalah tugas mulia sekaligus membutuhkan keuletan dan kesabaran. Peran kita dalam dunia pendidikan sangat berpengaruh dengan sukses atau tidak pendidikan tersebut kedepannya. Bagaikan kapal yang sedang berlayar, guru adalah nahkoda yang mengarahkan, membimbing dan memberi petunjuk ke awak kapalnya agar kapal tersebut dapat berjalan agar kapal tersebut dapat berjalan dengan baik menuju tempat tujuannya. Oleh karena itu mari terus belajar, berefleksi, bertumbuh, berbagi, dan berkolaborasi untuk menjadi lebih baik bagi murid-murid kita.